Owwwww,,,,, Ga Asing Lagi Dengar
Mamuya Desa Yang Penuh Potensi Pontsi , Dan Tempat Wisata Yang Sangat Terkenal
Di Halmahera Tempat Wisata Sebagai Berikut :
1.Air Panas Mamuya
Pemandian ini berada di Desa Mamuya kecamatan Galela yang merupakan mata air yang bersumber dari perut Gunung Mamuya. Masyarakat setempat percaya bahwa air panas mamuya berkhasiat
menyembuhkan berbagai macam penyakit kulit. Jika Anda dari Kota Tobelo, maka jarak tempuh menuju ke lokasi ini adalah sekitar 15 km. Lokasi pemandian jaraknya sekitar 500 m dari jalan utama. Pemandian ini lebih sepi jika dikunjungi pada pagi hari.
2. Talaga Biru
berada di Desa Mamuya Kecamatan
Galela, Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Penduduk setempat
menamai tempat ini Telaga Biru oleh karena airnya yang jernih dan berwarna
kebiruan.

Asal usul talaga biru
Cerita ini bermula di Dusun
Lisawa, di tengah ketenangan hidup dan jumlah penduduk yang masih jarang,
penduduk Lisawa tersentak gempar dengan ditemukannya air yang tibatiba keluar
dari antara bebatuan hasil pembekuan lahar panas. Air yang tergenang itu kemudian
membentuk sebuah telaga. Airnya bening kebiruan dan berada di bawah rimbunnya
pohon beringin. Kejadian ini membuat bingung penduduk. Mereka bertanyatanya
dari manakah asal air itu? Apakah ini berkat ataukah pertanda bahwa sesuatu
yang buruk akan terjadi. Berita tentang terbentuknya telaga pun tersiar dengan
cepat. Apalagi di daerah itu tergolong sulit air. Berbagai cara dilakukan untuk
mengungkap rasa penasaran penduduk. Upacara adat digelar untuk menguak misteri
timbulnya telaga kecil itu. Penelusuran lewat ritual adat berupa pemanggilan
terhadap rohroh leluhur sampai kepada penyembahan Jou Giki Moi atau Jou
maduhutu (Allah yang Esa atau Allah Sang Pencipta) pun dilakukan.
Acara ritual adat menghasilkan
jawaban “Timbul dari Sininga irogi de itepi Sidago kongo dalulu de i uhi
imadadi ake majobubu” (Timbul dari akibat patah hati yang remukredam, meneteskan
air mata, mengalir dan mengalir menjadi sumber mata air). Dolodolo (kentongan)
pun dibunyikan sebagai isyarat agar semua penduduk dusun Lisawa berkumpul.
Karena enggan menyebutkan nama
kedua anak itu, mereka hanya menyapa dengan panggilan umum orang Galela yakni
Majojaru (nona) dan Magohiduuru (nyong). Sepintas kemudian, mereka bercerita
perihal kedua anak itu. Majojaru sudah dua hari pergi dari rumah dan belum juga
pulang. Sanak saudara dan sahabat sudah dihubungi namun belum juga ada kabar
beritanya. Dapat dikatakan bahwa kepergian Majojaru masih misteri. Kabar dari
orang tua Magohiduuru mengatakan bahwa anak mereka sudah enam bulan pergi
merantau ke negeri orang namun belum juga ada berita kapan akan kembali.
Mereka bergegas untuk datang dan
mendengarkan hasil temuan yang akan disampaikan oleh sang Tetua adat. Suasana
pun berubah menjadi hening. Hanya bunyi desiran angin dan desahan nafas
penduduk yang terdengar. Tetua adat dengan penuh wibawa bertanya “Di antara
kalian siapa yang tidak hadir namun juga tidak berada di rumah”. Para penduduk
mulai saling memandang. Masingmasing sibuk menghitung jumlah anggota
keluarganya. Dari jumlah yang tidak banyak itu mudah diketahui bahwa ada dua
keluarga yang kehilangan anggotanya.
Majojaru dan Magohiduuru adalah
sepasang kekasih. Di saat Magohiduuru pamit untuk pergi merantau, keduanya
sudah berjanji untuk tetap sehidupsemati. Sejatinya, walau musim berganti,
bulan dan tahun berlalu tapi hubungan dan cinta kasih mereka akan sekali untuk
selamanya. Jika tidak lebih baik mati dari pada hidup menanggung dusta. Enam
bulan sejak kepergian Magohiduuru, Majojaru tetap setia menanti. Namun, badai
rupanya menghempaskan bahtera cinta yang tengah berlabuh di pantai yang tak
bertepi itu.
Kabar tentang Magohiduuru
akhirnya terdengar di dusun Lisawa. Bagaikan tersambar petir disiang bolong
Majojaru terhempas dan jatuh terjerembab. Dirinya seolah tak percaya ketika
mendengar bahwa Magohiduuru so balaeng deng nona laeng. Janji untuk
sehidupsemati seolah menjadi bumerang kematian. Dalam keadaan yang sangat
tidak bergairah Majojaru mencoba mencari tempat berteduh sembari
menenangkan hatinya.
Ia pun duduk berteduh di bawah
pohon Beringin sambil meratapi kisah cintanya. Air mata yang tak terbendung
bagaikan tanggul dan bendungan yang terlepas, airnya terus mengalir hingga
menguak, tergenang dan menenggelamkan bebatuan tajam yang ada di bawah pohon
beringin itu. Majojaru akhirnya tenggelam oleh air matanya sendiri. Telaga
kecil pun terbentuk. Airnya sebening air mata dan warnanya sebiru pupil mata
nona endo Lisawa. Penduduk dusun Lisawa pun berkabung. Mereka berjanji akan
menjaga dan memelihara telaga yang mereka namakan Telaga Biru.
Telaga biru hingga saat ini
selalu tampak bersih. Airnya sejernih kristal berwarna kebiruan. Keunikan
telaga Biru adalah setiap dedaunan yang jatuh di atasnya tidak akan tenggelam
karena seolah terhisap untuk dibersihkan oleh bebatuan yang ada di tepian
telaga. Mitos Sampai saat ini mitos asalmula telaga Biru masih terus terjaga
di masyarakat. Pasangan mudamudi dari Galela dan Tobelo ada yang datang ke
telaga ini untuk saling mengikat janji.
Sebagai
tanda ikatan mereka akan mengambil air dengan daun Cingacinga dan lalu
meminumnya bersama. Air yang masih tersisa biasanya akan dipakai untuk membasuh
kaki dan wajah. Maknanya adalah supaya jangan ada lagi air mata yang mengalir
dari setiap ikatan janji dan hubungan.
Perjalanan
Jarak Desa Mamuya adalah sekitar 15 Km dari utara Tobelo. Akses dari jalan raya
utama ke lokasi telaga biru sangatlah dekat yakni sekitar 25 m.3. Gunung api (DUKONO)
Gunung Api Dukono dengan
ketinggian 1185 meter di atas permukaan laut berada di bagian utara pulau
Halmahera yang merupakan salah satu dari rangkaian gununggunung berapi aktif
yang ada di Wilayah Galela, Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara.
Buat Anda yang suka mendaki, sangat cocok bagi Anda untuk berpetualang dan
menikmati keindahan di sekitar Gunung Api Dukono.
Namun berbeda dengan
gununggunung lainnya, Dukono memiliki kawah berapi dengan aktivitas yang
tinggi. Pada letusan hebat di tahun 1550, lava yang dikeluarkan Dukono mengisi
selat diantara Pulau Halmahera dan lereng utara dari Gunung Mamuya. Letusannya
waktu itu mencapai skala 3 dari Volcanic Explosivity Index. Di Indonesia, dari
sekian banyak gunung berapi aktif, Gunung Api Dukono bersama dengan Gunung
Lokon di Sulawesi Utara merupakan dua yang paling sering berstatus waspada
(level 2). Setiap tahunnya sejak 1933, Dukono tercatat selalu melakukan erupsi.
Erupsi merupakan aktifitas keluarnya magma dari dalam bumi yang biasanya
ditandai dengan suara gemuruh guguran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar